tiap sayup yang terdengar iris-iris mengena
pada pucatnya nada yang hampa jadi sumbang
kata yang memanjang di jilid-jilid lama
tercetak pada bibirmu yang kalam
Yogyakarta, 7 Maret 2011
Aku meminjam metafor dari "Biola Tak Berdawai". Tentang manusia-manusia tuna daksa yang tak punya dawai untuk menyuarakan lantunan isi hatinya. Tapi puisi ini bukan tentang mereka. Ini tentang manusia-manusia nirtuna. Tentang biola berdawai. Entah suara seperti apa yang dihasilkan biola-biola itu.